Pengalaman Menyapih Anak Kedua
Hai, Bun! Apa kabar hari ini? Semoga dalam keadaan sehat wal afiat, ya. Sudah masuk musim hujan, nih. Nyaris setiap hari di Banjarnegara hujan, nih. Setiap hendak pulang kerja pun, saya pasti kehujanan. Betul-betul harus menjaga stamina agar tetap strong! ❤️
Akhir-akhir ini, entah sudah berapa kali saya mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri atas pencapaian-pencapaian yang sungguh di luar dugaan. Banyak pekerjaan di bulan ini yang alhamdulillah bisa saya selesaikan tepat waktu. Pekerjaan kantor, pekerjaan sebagai Bloger, alhamdulillah dapat berjalan berdampingan. Sungguh nikmat luar biasa dapat menjalankan dua passion dengan aman meskipun masih menjadi pejuang deadline. Ah...enggak masalah, ya. Terpenting ada niat baik untuk menyelesakannya. 🤣
Lalu, di sela-sela rutinitas sebagai Ibu Bekerja, alhamdulillah saya masih bisa hadir untuk keluarga khususnya anak-anak yang selalu setia menunggu Ibun pulang.
Memandikan anak, menyiapkan bekal sekolah untuk Kecemut, bercerita tentang aktivitas harian, main mobil-mobilan bersama Wildan, ngobrol-ngobrol cantik bareng suami. Meskipun sesederhana itu, ini nikmat luar biasa bagi saya seorang Ibu Bekerja yang berangkat pagi pulang sore. 🤗 Sesederhana apa pun itu, bisa hadir di tengah-tengah mereka dalam keadaan sehat, tuh, rasanya bahagia tak terkira.
Alhamdulillah...Bisa Kembali Merasakan Nikmatnya Menyapih.
Lebih dari itu, alhamdulillah tahun ini, saya dapat merampungkan salah satu kewajiban saya sebagai Ibu Menyusui yang tak lain adalah memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada anak kedua saya selama 2 tahun penuh. Tepatnya bulan Mei lalu saya bisa kembali merasakan nikmatnya menyapih. Ini juga termasuk pencapaian luar biasa. Apalagi jika ingat perjuangan memberikan ASI Perah (ASIP) kepada anak-anak, banyak godaan yang jika tidak segera saya patahkan mungkin saya tidak bisa memberikan ASI ekslusif sampai anak usia 6 bulan. Dan mungkin, saya juga tidak akan meneruskan aktivitas memerah ASI di tempat kerja untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Wildan. Sangat menyedihkan kalau pemberian ASI sampai berhenti sebelum saatnya. 😩
Kini anak kedua saya, Wildan sudah tidak menyusu. Usianya saat ini 2 tahun 5 bulan per Oktober. Saya tidak pernah menyangka akan mendapatkan dua pengalaman berbeda untuk momen menyapih anak-anak. Saya kira pengalaman menyapih anak kedua bakal sama dengan pengalaman menyapih anak pertama. Ternyata tidak.
Memang, sih, tiap anak itu punya keunikan masing-masing. Selalu ada cerita tersendiri dalam tumbuh kembangnya. Ketika punya lima anak mungkin juga akan mendapatkan lima pengalaman menyapih. Begitu, Bun? 🤭
Belajar Dari Pengalaman Menyapih Anak Pertama.
Punya anak untuk pertama kalinya, tuh, jujur banyak bingungnya. Pada awal-awal anak lahir, saya kerap merasa tidak tega membangunkan dari tidur lelapnya. Kadang sampai tanya kepada diri sendiri, ini anak tidurnya nyenyak banget, kalau dibangunin marah enggak, ya? Terus, saat anak menangis yang tanpa jeda, merintih setelah imunisasi. Kalau sudah lelah, kadang juga sampai menangis dan sempat berucap "apa yang harus saya lakukan?"
Lalu, sudah saatnya diberikan makanan pendamping ASI, apa saja yang boleh diberikan sebagai pengenalan MPASI. Memilih buah yang paling bagus, eh ternyata anak belum berminat buat mencobanya. Sayur apa saja yang bisa diberikan ke anak untuk tahap pengenalan, browsing-browsing sampai mumet sendiri. Hahaha.
Lanjut, sudah dua tahun, seharusnya saya setop pemberian ASI tapi saya belum tega, apa yang harus saya lakukan? Bingung lagi, kan. 🤣 Berbagi pengalaman dengan teman menjadi alternatif sebelum otak penuh dengan tanda tanya. Termasuk sharing tentang menyapih anak pertama yang banyak dramanya. 🤭
Saya pernah hendak menyapih anak pertama tapi gagal terus. Ini terjadi karena saya belum siap menyapih anak. Dalam hati dan pikiran saya, kadang bermunculan prasangka-prasangka buruk yang pada akhirnya membuat saya tidak yakin untuk menyapih anak. Pesan saya dari hati yang paling dalam 🤭, meskipun ada rasa khawatir atau bahkan rasa kangen memberikan ASI kepada anak, Ibun harus ikhlas dan yakin bahwa anak sudah siap untuk tidak menyusu Ibunya ketika sudah usia 2 tahun.
Ibun juga harus lebih realistis tapi tetap melibatkan hati, sih. Karena jika terus mengulur waktu menyapih, ini tidak akan membuat anak dan Ibun lebih baik. Karena pada usia dua tahun, anak akan mulai belajar mandiri. Banyak aktivitas seru yang akan dikenalkan kepada anak. Terbayang saat Ibun masih mempertahankan untuk memberikan ASI dengan usia 2 tahun atau bahkan lebih. Bisa jadi maunya nempel terus sama Ibunnya, nempel karena pingin ngempeng. 🤣
Memberikan Pengertian Sejak Dini.
Saya masih punya simpanan artikel yang berjudul 2 Tahun Wildan. Pada artikel tersebut, saya menceritakan tentang momen ulang tahun kedua anak laki-laki saya. Momen ulang tahun kedua saya jadikan patokan untuk dia tidak menyusu Ibun.
"Mamas, nanti kalau udah ulang tahun, berarti Mamas sudah tidak nenen Ibun." Pengertian ini terus menerus saya sampaikan kepada Wildan.
Saya tidak pernah bosan untuk memberikan pengertian dan pemahaman tentang setop menyusu kepada Wildan. Saat menyampaikan hal itu, hati ini ada nyeri-nyeri, sih. Tapi memang harus disampaikan supaya anak semakin paham dan tidak kaget ketika Ibun tidak membuka akses enen. 😆
Manfaatkan Momen Ulang Tahun.
Saya mencoba menerjemahkan raut wajah Wildan ketika saya menyampaikan perihal menyapih, mungkin momen ulang tahun menjaadi momen yang sangat tidak ditunggu-tunggu atau sangat tidak diinginkan oleh Wildan. Saya pun merasa kalau dia tidak begitu antusias ketika saya membelikan kue ulang tahun untuknya. Kejadian ini sangat berbeda dengan Mbaknya yang mana dia selalu menunggu momen ulang tahunnya padahal sebelumnya sudah saya sampaikan bahwa setelah ulang tahun kedua, Mbak sudah tidak boleh menyusu Ibun lagi. Tapi memang beda.🤭
Namun saya tidak patah semangat. Saya merasa jika momen ulang tahun kedua dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk sounding kepada anak ketika akam disapih. Ini baru saya coba sekali, sih. Jadi meskipun belum yakin 100%, paling tidak ada komunikasi yang pasti dan tidak setengah-setengah. Besok saya coba lagi untuk anak ketiga, ya. Siapa tahu tips yang satu ini tingkat keberhasilannya 80%. Eh...Insya Alloh otw anak ketiga. 😆
Lebih "Seru" Menyapih Anak Pertama atau Kedua?
Pengalaman saya, lebih sabar menyapih anak pertama. Ibun lebih baper dan kesiapan menyapih belum maksimal. Sekalipun suami dan orang terdekat sudah mendukung, tapi jika Ibun memang betul-betul belum siap, yang terjadi adalah "anda belum beruntung atau anda belum berhasil, silakan coba lagi." 🤭
Menyapih anak pertama memang harus kuat mental. Berbeda dengan anak kedua. Tetap harus menyiapkan mental yang tangguh, tapi kali kedua ini berbeda. Sudah lebih siap dan sudah paham bagaimana mengatasi emosional pada diri sendiri dan juga anak. Saya merasa sudah lebih siap menyapih untuk anak kedua.
Bagaimana dengan pengalaman Bunda saat menyapih anak? Boleh lah sharing penglaman seru menyapih anak-anak. 😉
0 komentar
Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.