Pengalaman Mengizinkan Anak Berbisnis
Hello, Parents! Melihat anak yang punya potensi atau minat berbisnis sejak usia dini, tuh, rasanya latto-latto. Eh, maksudnya nano-nano alias banyak rasa. 🤭Tidak hanya bahagia saja, tapi juga bingung, khawatir, sampai takut. Iya, takut kalau nantinya anak akan sangat menikmati kegiatan barunya, lalu lupa akan kewajibannya, khususnya sebagai pelajar. Ini yang saya rasakan ketika anak meminta izin untuk mulai jualan aksesori dan alat tulis.
Saya dan suami sama-sama kaget ketika Jasmine meminta izin kepada kami untuk belajar jualan aksesori. Awal mulanya, dia meminta kepada saya untuk dibelikan ikat rambut yang lucu-lucu untuk dipakai setiap harinya. Tanpa berpikir lama, saya pun memberikan akses kepadanya untuk memilih beberapa macam ikat rambut di e-commerce kesayangannya. Setelah selesai memilih, dia meminta kepada saya untuk mengecek satu per satu barang yang telah dipilihnya. Dan saya kaget pas melihat keranjang belanja, dong. Beli ikat rambut sampai 100 ribuan! Ini beli ikat rambut atau ikatan cinta, ya. 😂
Ibu, Aku Boleh Jualan?
Tadinya saya pikir karena ongkos kirimnya yang mahal, ternyata pilihannya juga banyak. Daaan, yang paling bikin saya kaget, dia punya maksud lain atas belanja ikat rambut yang jumlahnya tidak sedikit, yaitu menjual kembali barang-barang yang sudah dibeli. FYI, yang dia beli tidak hanya ikat rambut saja, tapi juga ada beberapa alat tulis yang lucu-lucu. Mulai dari pensil, bolpoin, sampai mini notes. Pantas saja setelah saya centang semua habisnya lumayan banyak. Di luar dugaan banget karena saya kira dia paling membeli ikat rambut satu atau dua macam saja.
Tidak hanya kaget saat melakukan check out, tapi saya juga kaget karena tiba-tiba anak pertama kami minta izin untuk berbisnis. Iya, barang-barang yang sudah dia beli beberapa akan dijual. Mulut ini rasanya ingin langsung meng-iya-kan permintaannya, langsung mengizinkannya. Tapi tidak tahu kenapa, tiba-tiba hati ini berkata lain. *tsaahh. Bola mata kami pun saling beradu. Tidak hanya saya dan suami, tapi juga dengan Jasmine. Kami bertiga saling memandang dengan tatapan penuh tanda tanya. 😆
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya ingin langusung mengizinkan Jasmine untuk berjualan aksesori. Apalagi mengingat saya dan suami sama-sama punya jiwa bisnis meskipun tipis-tipis. Rasanya tidak ada alasan untuk menolak niat baiknya untuk belajar berjualan.
Saya merasa bahagia dan bangga ketika anak punya niat untuk berjualan tanpa kami minta. Namun ada banyak pertimbangan ketika kami betul-betul mengizinkan Jasmine yang saat ini kelas satu SD untuk mulai jualan. Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya saya dan suami bersepakat untuk mengizinkan Jasmine jualan aksesori dan alat tulis dengan beberapa catatan. Ini catatannya khusus untuk dia, bukan untuk orang tuanya.😄
5 Hal yang Harus Disampaikan Kepada Anak Ketika Akan Mulai Berbisnis.
Tujuan orang dewasa ketika berbisnis yaitu untuk menghasilkan cuan, cuan. cuan dan cuan! Terlebih bagi mereka yang memang berprofesi sebagai pebisnis. Nyaris setiap hari yang ada di otaknya yaitu bagaimana caranya supaya dapat menghasilkan banyak cuan dalam bisnis yang sedang dijalani. Berbeda dengan anak-anak, khususnya bagi mereka yang masih duduk di bangku sekolah. Untuk mulai menjalankan bisnis harus betul-betul disusun sebuah strategi yang tepat supaya tidak mengganggu kegiatan sekolah, bersosialisasi dengan teman-teman, dan kegiatan lainnya agar tidak menghambat tumbuh kembang anak-anak sesuai usianya.
Berikut 5 hal yang saya sampaikan kepada Jasmine ketika akan mulai belajar bisnis.
- Sampaikan Bahwa Saat Ini Dia Adalah Pelajar.
Sebelum Jasmine mulai aktif berjualan, saya menyampaikan kalau saat ini dia adalah pelajar, bukan pebisnis. Ini saya lakukan supaya dia tidak terlalu serius dalam berjualan. Yakali, anak masih usia tujuh tahun sudah mau fokus berbisnis. Mungkin di luar sana ada anak-anak yang sudah mulai fokus dengan bisnis sejak usia dini. Tidak masalah karena itu juga pilihan. Namun bagi saya, penting dalam memberikan pemahaman bahwa untuk saat ini fokusnya adalah sebagai pelajar dan kewajibannya adalah belajar.
Jasmine sudah paham hal ini. Dan ketika saya bertanya tentang pelajarannya di sekolah, termasuk ada pekerjaan rumah atau tidak, dia langsung menghentikan aktivitas packing barang atau merapihkan uang hasil jualannya.
- Bisnis Itu Bukan Sekadar Cari Untung.
Ini wajib banget disampaikan kepada anak karena khawatirnya yang ada dalam pikirannya ketika mulai belajar bisnis yaitu cuan cuan cuan! Meskipun masih belajar dan tidak tahu nantinya bakal konsisten atau tidak, saya memberikan pengertian kepada Jasmine bahwa dalam menjalankan bisnis itu bukan sakadar mencari untung, tapi ada banyak hal yang harus diperhatikan, salah satunya yaitu pembeli. Saya merasa dia harus tahu bagaimana caranya melayani pembeli atau memberikan perhatian kepada pembeli dengan cara berkomunikasi dengan baik. Lebih dari itu, saya juga menyampaikan bahwa bisnis dengan cara berjualan, tuh, capek. Apalagi jika berjualan dengan cara door to door, butuh banyak tenaga.
- Penting Untuk Mengenalkan Cara Berjualan.
Saat sedang berdiskusi, saya sempat tanya-tanya kepada Jasmine, kira-kira di mana dia akan berjualan. Dengan penuh semangat, dia menjawab kalau akan mulai berjualan di sekolah saat jam istirahat. Dia juga katanya akan berjualan di TPQ saat sebelum atau sesudah mengaji. Dududuh...langsung was was hati Ibun. Hahaha. Khawatir nanti dapat teguran dari Guru atau Ustadzah, repot juga, ya. Apalagi kalau sampai dapat teguran dari wali murid, tambah repot. Tapi tidak apa karena semua hal positif memang harus dicoba supaya tahu reaksinya nanti. 😄
Terlepas dari niatnya yang ingin berjualan di Sekolah dan TPQ, saya mengenalkan dua cara berjualan yaitu cara online dan offline. Namun untuk kali ini, saya lebih mengarahkan cara bejualan secara offline karena sasaran konsumennya saat ini adalah teman dekat dan teman sepermainannya.
- Sampaikan Juga Kendala-Kendala yang Bakal Dihadapi.
Ini karena saya terlalu khawatir dia bakal down saat teman-temannya ternyata kurang berminat dengan apa yang dia jual. Hahaha. Rasanya tidak terbayang patah hatinya seperti apa ketika sedang mulai belajar bisnis tapi ternyata barangnya tidak diminati teman-temannya. Makanya dari awal saya berusaha untuk menguatkan mental dia dan juga menyampaikan kendala-kendala yang bakal dihadapi nantinya saat berjualan seperti malu ketika hendak mulai menawarkan jualannya. Atau, ada teman yang menawar dengan harga rendah.
- Memberikan Contoh Pengalaman Bisnis.
Pada blog post tentang Ide Bisnis Untuk Anak-Anak, saya menuliskan kalau Jasmine kerap membantu saya packing bisnis oleh-oleh khas Banjarnegara by Dipayuda. Saya pun memberikan contoh dan gambarannya tidak jauh-jauh, cukup dari pengalaman saya berbisnis yang mana tidak setiap hari ada yang beli. Dan yang paling bikin senang, tuh, kalau ada pesanan. Terus, kalau lagi tidak ada pesanan, apa yang bisa dilakukan? Cari ide baru untuk mempromosikan jualannya. Bisa juga dengan memberikan promo atau diskon supaya lebih menarik. Terpenting promo yang diberikan tidak membuat rugi. 😆
Pengetahuan dia tentang berjualan, tuh, sudah cukup luas. Saya tahu saat sedang ngobrol-ngobrol. Dan selain ikat rambut, dia juga ingin jualan mainan anak yang lucu-lucu buat kado ulang tahun, katanya.
Pengalaman Mengizinkan Anak Berbisnis.
Katanya, sekarang harus pandai-pandai menangkap peluang bisnis. Ketika anak-anak sudah mulai tertarik dalam dunia bisnis, ya kenapa tidak diizinkan dan didampingi untuk belajar berbisnis, ya. Karena saya sendiri sangat yakin, ketika sejak usia dini sudah tertarik dengan dunai bisnis maka saat dewasa nanti bisa jadi akan melanjutkan belajar berbisnis dengan bekal pengalaman berbisnis saat masih duduk dibangku SD atau SMP.
Perihal hasil berupa untung, orang tua bisa mulai menyampaikan pelan-pelan kepada anak. Ya...itung-itung sambil belajar Matematika dan belajar mengelola uang. Jangan lupa untuk membekali mental kepada anak ya, Bunda. Supaya mereka sedikit tahu dan paham risiko-risiko berbisnis.
0 komentar
Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.