Gadis Timor Leste Menjadi WNI: Perjalanan Diana Cristiana Dacosta Ati Mengubah Nasib Anak-anak Papua Lewat Pendidikan

by - Oktober 12, 2024

Gadis Timor Leste Menjadi WNI: Perjalanan Diana Cristiana Dacosta Ati Mengubah Nasib Anak-anak Papua Lewat Pendidikan - Diana Cristiana Dacosta Ati merupakan gadis kelahiran Dili, Timor Leste. Namun, karena ia tumbuh besar di wilayah Atambua, NTT, maka ia pun memutuskan untuk menjadi warga negara Indonesia (WNI).

Gadis yang akrab disapa dengan nama “Diana” ini pernah mengenyam pendidikan S1 FKIP Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Nusa Cendana di Kupang, dan Pendidikan Profesi Guru di Universitas Widya Dharma Klaten. Kecintaannya pada dunia pendidikan kemudian membawa langkahnya menuju daerah terpencil di Kabupaten Mappi, yang merupakan salah satu daerah pelosok di Papua Selatan pada tahun 2018.

Perjalanan Diana Cristiana Dacosta Ati Mengubah Nasib Anak-anak Papua Lewat Pendidikan


Sebagai informasi, Program Guru Penggerak di Kabupaten Mappi adalah salah satu program Bupati Mappi, Kristosimus Yohanes Agawemu, yang menjabat pada periode 2017 s/d 2022. Program guru penggerak ini bisa terwujud berkat kerjasama antara Bupati Mappi dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Kala itu, Bupati Kristosimus menginisiasi program pendidikan ini dengan merekrut sekitar 500 guru guna mencerdaskan anak-anak papua yang tinggal di wilayah terpencil. Para guru ini diikat dengan sistem kontrak selama dua tahun, dengan peluang perpanjangan jika guru yang bersangkutan menginginkan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Mappi menyetujuinya.

Diantara ratusan guru tersebut, Diana adalah salah satunya. Pertama kali bertugas, Diana ditempatkan di Kampung Kaibusene yang berada di Distrik Haju. Setelah kontraknya berakhir pada tahun 2020. Diana memutuskan untuk rehat sejenak. Lalu, kembali lagi pada tahun 2021. Namun kali ini, ia ditempatkan di Kampung Atti, yang berlokasi di Distrik Minyamur.

Lokasi Kampung Atti bisa dibilang sangat terpelosok. Dibutuhkan waktu sekitar 2 hari perjalanan dari Distrik Keppi untuk menjangkau kampung ini. Untuk bisa sampai di Kampung ini, kita tidak hanya akan melalui perjalanan darat, melainkan juga harus menempuh perjalanan menggunakan perahu motor dengan biaya sewa mencapai Rp 500 ribu.

Di Kampung Atti, hanya terdapat satu sekolah yaitu Sekolah Dasar (SD) saja. Sekolah tersebut sempat ditutup selama kurang lebih 2 tahun sejak covid 19 melanda. Sekolah ini kembali dibuka pada tahun 2021 saat Diana dan 2 rekannya (Fransisca E Berre dan Oktobianus Halla) ditugaskan oleh Bupati Mappi sebagai guru penggerak di Kampung Atti.

Di kampung ini terdapat kurang lebih 200 kepala keluarga. Sehari-hari, laki-laki dewasa akan pergi ke hutan untuk berburu atau mencari pohon gaharu. Para wanitanya akan mengolah (memangkur) sagu. Sedangkan anak-anak pada umumnya akan mencari ikan dengan cara memancing.

Tantangan Mengajar di Kampung Atti.

Ada banyak tantangan yang ditemui oleh Diana dan rekan-rekannya saat pertama kali menginjakkan kaki di kampung Atti.

Tantangan pertama adalah kondisi ruang belajar mengajar (sekolah) yang tidak memadai. SDN Atti hanya memiliki 3 ruang kelas dengan jumlah meja dan kursi yang sangat terbatas.

Tantangan kedua yang ditemui oleh Diana saat menjadi guru di pedalaman Papua ini adalah alat tulis yang sangat terbatas. Tidak hanya karena ketersediaannya saja yang terbatas, tapi kemampuan orang tua siswa untuk membeli alat tulis juga sangat minim. Mengingat, mereka jarang memiliki uang.

tantangan menajar di papua

Pada tahun pertama bertugas, di wilayah ini juga tidak ada jaringan seluler. Sehingga, untuk bisa mengakses internet atau berkomunikasi dengan perangkat genggam, ia terpaksa harus pergi ke kota Mappi.

Hal lainnya yang menjadi tantangan adalah sumber air bersih yang sangat langka. Tak heran apabila, di tahun pertamanya saja, Diana sampai 3 kali mengalami Infeksi Saluran Kemih (ISK). Namun tantangan terberat yang dialami Diana ada pada mindset masyarakat Kampung Atti yang menganggap pendidikan tidak penting. Bahwa mereka sudah bisa mencari makan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa perlu belajar atau bersekolah.

Namun berkat kerja kerasnya untuk memberikan pemahaman, perlahan, semakin banyak warga yang menyadari pentingnya arti sebuah pendidikan bagi generasi muda.

Misi Memberantas Buta Huruf di Kampung Atti.

Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung anak-anak di Kampung Atti sangat rendah. Bahkan, bukan sesuatu yang aneh apabila siswa kelas 5 dan kelas 6 di SDN Atti belum lancar membaca dan menulis ataupun berhitung.

Agar para siswa bisa mengejar ketertinggalan, Diana berinisiatif untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis serta berhitung siswa melalui pelajaran bahasa Indonesia dan matematika. Setelah para siswa lancar membaca dan menulis serta menguasai dasar-dasar berhitung, barulah Diana memberikan mata pelajaran yang dapat membantu para siswa agar layak melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Cara Diana Mengatasi Kendala Belajar Mengajar.

Untuk mengatasi kendala belajar-mengajar Diana mengkampanyekan gerakan donasi untuk kesetaraan pendidikan di Bumi Cendrawasih.

Mereka tidak menerima uang, melainkan lebih suka menerima alat tulis, buku, atau berbagai barang yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas belajar-mengajar, termasuk gawai seperti yang pernah didonasikan oleh PT Astra International Tbk.

Di samping itu, para siswa yang berstatus yatim piatu juga akan dicarikan orang tua asuh, tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari luar negeri.

Berkat usaha dan kerja kerasnya untuk memajukan pendidikan dan memberantas buta huruf di Papua, Diana dinobatkan sebagai penerima apresiasi dari Astra di bidang Pendidikan berupa SATU Indonesia Award pada tahun 2023.

Sebagai bentuk apresiasi, para penerima penghargaan SATU Indonesia Awards akan diberikan dukungan finansial sebesar Rp 65.000.000. Selain itu, mereka juga akan memperoleh kesempatan untuk berkolaborasi dalam program-program sosial berkelanjutan Astra, seperti Kampung Berseri Astra dan Desa Sejahtera Astra.

Perjalanan Diana Cristiana Dacosta Ati Mengubah Nasib Anak-anak Papua

Siapapun bisa meraih penghargaan SATU Indonesia Awards, baik individu atau kelompok. Asalkan memiliki inisiatif yang memberikan dampak sosial signifikan, inovatif, berkelanjutan, dan berpotensi besar untuk dikembangkan.

Itulah beberapa kriteria yang ditetapkan bagi para penerima. Jadi, kalau kalian merasa memenuhi kriteria tersebut, segera daftarkan diri kalian di website astra.co.id guna mengikuti proses seleksi yang meliputi penilaian proposal dan presentasi yang mungkin sifatnya opsional.

sumber foto: https://puslapdik.kemdikbud.go.id/

You May Also Like

0 komentar

Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.