"Jika kamu tidak ingin diatur, maka jadilah Presiden." ~by Ibuk Kecemut. 😂
Tidak usah protes! Sekali-kali nyolek Pak Presiden lah, ya. Mumpung masih hangat, baru dilantik beberapa hari yang lalu dan banyak kejutan pula dari beliau. Tapi tenang, judul tentang peraturan dan kepastian ini tidak dibuat untuk membahas tentang peraturan pemerintahan karena dipastikan saya tidak akan mampu ngobrolin politik. Hahaha.
Jadi begini...
Menjadi Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu pekerja sempat membuatku takut kalau nantinya akan susah berkomunikasi dengan Syaquita karena terbatasnya waktu untuk bersama. Semacam quality time, gitu. Maklum, hampir sembilan jam kami berpisah. Pun dengan suami, hampir tujuh jam dia bekerja dalam sehari. Pergi pagi, pulang sore. Meski demikian, saya masih tergolong beruntung karena hari kerja tidak penuh dalam sepekan. Hanya lima hari kerja.
Kami, khususnya saya sebagai Ibu juga sempat khawatir nantinya Syaquita tidak bisa dekat dengan kami. Dekat secara ikatan emosional antara orang tua dan anak bakal berkurang. Padahal, ikatan tersebut sangatlah penting untuk tumbuh kembang anak. Bagaimana jika nanti anak sampai tidak nurut dengan orang tua, susah diatur. Parahnya, anak bakal lebih nurut dengan ART. Sedih banget kalau hal itu sampai terjadi.
Rasa khawatir pelan-pelan berkurang ketika aku mulai paham bahwa sejatinya anak-anak itu akan terbiasa dan menuruti dengan apapun yang diucapkan oleh orang tua. Ya, meski dalam kesehariannya orang tua bekerja dari pagi sampai petang, anak-anak tetap lebih menuruti orang tua. Setelah tahu dan benar-benar paham, kami pun mulai menyusun strategi supaya bisa dekat dengan anak, supaya anak tetap menuruti orang tua, supaya kami tidak merasa seperti "kehilangan" anak, dan masih banyak lagi supaya-supaya yang lain untuk kebahagiaan kami secara utuh.
Kami punya dua strategi untuk insya allah mewujudkan kebahagiaan itu, yaitu peraturan dan kepastian.
Segala hal yang membuat anak nyaman, tapi tidak membuat orang tua nyaman, maka akan kami komunikasikan. Pun sebaliknya. Nah, di sini kami berusaha untuk melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan anak. Melakukan pendekatan khusus, membuka wawasan anak lebih jauh lagi, berusaha tidak emosi, apalagi sampai marah-marah saat komunikasinya gagal. Kami berusaha untuk se santai mungkin, kadang mengalah sejenak, kadang teguh pendirian, kadang berprinsip harus menaklukan anak tanpa mematahkannya.
Nah, kalau sudah mendapatkan kesepakatan atau hasil yang maksimal -tentunya maksimal versi kami-, terbitlah peraturan-peraturan yang menjadi kesepakatan antara orang tua dan anak. Bahagianya, alhamdulillaah...Syaquita mematuhi peraturan dan menuruti orang tua. Dia tetap nyaman dengan orang tua, juga lebih dekat dengan orang tua. Apalagi kalau sudah ada kata janji, dia pasti berusaha mengingat dan memenuhi janjinya.
Selanjutnya...
Setelah mendapat goal atas peraturan, kami tidak akan lupa dengan kepastian. Ya, anak-anak pun tidak mau diberi harapan palsu, dong. Mereka butuh kepastian. Ketika orang tua telah memberi janji ini itu, sudah seharusnya mereka memenuhi janjinya. Prinsip kami, jangan sampai anak menagih janji karena itu pasti membuat kami malu. Malu syekaaaliiii.
Sebagai contoh kepastian...
Kami hanya memberi waktu bermain gadget untuk Syaquita pada sore hari. Jadi, ketika sudah sore, kami menyodorkan gadget untuknya.
Btw, peraturan yang kami buat ini tidak saklek-saklek banget alias masih bisa ditawar. Karena pada dasarnya peraturan yang kami buat ini sebagai sarana untuk belajar supaya anak nanti terbiasa dengan sebuah peraturan. Cepat atau lambat, saat dia mulai sekolah nanti, pasti akan bertemu dengan sebuah peraturan.
Bukan begitu, Moms? 😂
Tidak usah protes! Sekali-kali nyolek Pak Presiden lah, ya. Mumpung masih hangat, baru dilantik beberapa hari yang lalu dan banyak kejutan pula dari beliau. Tapi tenang, judul tentang peraturan dan kepastian ini tidak dibuat untuk membahas tentang peraturan pemerintahan karena dipastikan saya tidak akan mampu ngobrolin politik. Hahaha.
Jadi begini...
Menjadi Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu pekerja sempat membuatku takut kalau nantinya akan susah berkomunikasi dengan Syaquita karena terbatasnya waktu untuk bersama. Semacam quality time, gitu. Maklum, hampir sembilan jam kami berpisah. Pun dengan suami, hampir tujuh jam dia bekerja dalam sehari. Pergi pagi, pulang sore. Meski demikian, saya masih tergolong beruntung karena hari kerja tidak penuh dalam sepekan. Hanya lima hari kerja.
Kami, khususnya saya sebagai Ibu juga sempat khawatir nantinya Syaquita tidak bisa dekat dengan kami. Dekat secara ikatan emosional antara orang tua dan anak bakal berkurang. Padahal, ikatan tersebut sangatlah penting untuk tumbuh kembang anak. Bagaimana jika nanti anak sampai tidak nurut dengan orang tua, susah diatur. Parahnya, anak bakal lebih nurut dengan ART. Sedih banget kalau hal itu sampai terjadi.
Rasa khawatir pelan-pelan berkurang ketika aku mulai paham bahwa sejatinya anak-anak itu akan terbiasa dan menuruti dengan apapun yang diucapkan oleh orang tua. Ya, meski dalam kesehariannya orang tua bekerja dari pagi sampai petang, anak-anak tetap lebih menuruti orang tua. Setelah tahu dan benar-benar paham, kami pun mulai menyusun strategi supaya bisa dekat dengan anak, supaya anak tetap menuruti orang tua, supaya kami tidak merasa seperti "kehilangan" anak, dan masih banyak lagi supaya-supaya yang lain untuk kebahagiaan kami secara utuh.
Kami punya dua strategi untuk insya allah mewujudkan kebahagiaan itu, yaitu peraturan dan kepastian.
Segala hal yang membuat anak nyaman, tapi tidak membuat orang tua nyaman, maka akan kami komunikasikan. Pun sebaliknya. Nah, di sini kami berusaha untuk melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan anak. Melakukan pendekatan khusus, membuka wawasan anak lebih jauh lagi, berusaha tidak emosi, apalagi sampai marah-marah saat komunikasinya gagal. Kami berusaha untuk se santai mungkin, kadang mengalah sejenak, kadang teguh pendirian, kadang berprinsip harus menaklukan anak tanpa mematahkannya.
Nah, kalau sudah mendapatkan kesepakatan atau hasil yang maksimal -tentunya maksimal versi kami-, terbitlah peraturan-peraturan yang menjadi kesepakatan antara orang tua dan anak. Bahagianya, alhamdulillaah...Syaquita mematuhi peraturan dan menuruti orang tua. Dia tetap nyaman dengan orang tua, juga lebih dekat dengan orang tua. Apalagi kalau sudah ada kata janji, dia pasti berusaha mengingat dan memenuhi janjinya.
Selanjutnya...
Setelah mendapat goal atas peraturan, kami tidak akan lupa dengan kepastian. Ya, anak-anak pun tidak mau diberi harapan palsu, dong. Mereka butuh kepastian. Ketika orang tua telah memberi janji ini itu, sudah seharusnya mereka memenuhi janjinya. Prinsip kami, jangan sampai anak menagih janji karena itu pasti membuat kami malu. Malu syekaaaliiii.
Sebagai contoh kepastian...
Kami hanya memberi waktu bermain gadget untuk Syaquita pada sore hari. Jadi, ketika sudah sore, kami menyodorkan gadget untuknya.
Btw, peraturan yang kami buat ini tidak saklek-saklek banget alias masih bisa ditawar. Karena pada dasarnya peraturan yang kami buat ini sebagai sarana untuk belajar supaya anak nanti terbiasa dengan sebuah peraturan. Cepat atau lambat, saat dia mulai sekolah nanti, pasti akan bertemu dengan sebuah peraturan.
Bukan begitu, Moms? 😂