Entah ada apa gerangan, sebelum tarawih rasanya pingin banget ngirim pesan ke suami yang masih kerja. Padahal pas buka puasa, tuh, udah video call bareng Kecemut juga. Rasa-rasanya ada yang harus saya sampaikan, tapi nyampein apaaaa? Pingin banget ngomong, tapi ngomongin apa? Diiih...udah seperti gadis yang lagi PDKT sama bujang, mau komunikasi saja mikirnya lamaa. 😂
Udah kepalang buka jendela chat, saya pun iseng mengirimkan pesan ke suami.
Udah kepalang buka jendela chat, saya pun iseng mengirimkan pesan ke suami.
Iseng-iseng tak berhadiaah...
"Ayaah, kayaknya ade bakal launching malam ini, deh."
Pesan iseng yang mungkin bisa bikin suami mulai buyar dengan kerjaannya. 🙊 Saya katakan pesan iseng karena pada hari itu juga saya sama sekali tidak merasakan tanda-tanda si jabang bayi akan segera lahir. HPLnya juga masih masih seminggu lagi yaitu tanggal 30 Mei 2020.
Baca dulu Perempuan ini Nekat Melahirkan di Puskesmas
"Tunggu aku, ya. Bentar lagi pulang."
Membaca balasan singkat dari suami, kepala saya reflek tengok kiri dan melihat jam dinding, padahal di chat juga tertera waktu. Dasaar oneeng! 😂
Malam itu, waktu baru menunjukkan pukul 20.30 WIB. Hmm...masih 30 menit lagi suami keluar dari kantornya. Lanjut perjalanan pulang kurang lebih 20 menit. Yasudah...akhirnya saya pun tidur duluan karena emang ngantuk banget, sementara Kecemut ikut Mbah Uti ke mushola depan rumah karena malam itu ada khotmil qur'an.
Malam itu, waktu baru menunjukkan pukul 20.30 WIB. Hmm...masih 30 menit lagi suami keluar dari kantornya. Lanjut perjalanan pulang kurang lebih 20 menit. Yasudah...akhirnya saya pun tidur duluan karena emang ngantuk banget, sementara Kecemut ikut Mbah Uti ke mushola depan rumah karena malam itu ada khotmil qur'an.
Tidur sendiri, kok, rasanya aneh. Hampa, gitu. Saya pun keluar kamar dan duduk di ruang tengah sambil ngemil dan dengerin lantunan ayat suci al-qur'an yang terdengar jelas dari toa mushola depan rumah.
Mulai, deeeh!
Mulai, deeeh!
Waktu menunjukan pukul 22.00 WIB lebih dikiiit bangettt. Terdengar suara motor masuk rumah. Saya coba lihat, ternyata suami. Yeess! Masih di atas sepeda motor udah senyum-senyum kemudian jalan menghampiri saya dan memastikan kondisi saya yang jelas-jelas saat itu saya lagi ngemil.
Entah ada apa gerangan (lagi), tiba-tiba saya merasa perut ini tidak nyaman, gitu. Saya pun jalan mondar-mandir dari ruang tengah ke kamar, lanjut ke depan, kembali ke ruang tengah, terus diulang-ulang. Suami pun kembali memastikan bahwa saya baik-baik saja. Duhh...mulai, nih. Perut rasa-rasanya ugh! 🙅🏻♀️
Baca Tour Rumah Bersalin
Kecemut dan Ibu pulang dari khotmil qur'an. Melihat saya sedang jalan-jalan di dalam rumah, dengan mimik wajah khawatir, Ibu memegang perut saya.
Entah ada apa gerangan (lagi), tiba-tiba saya merasa perut ini tidak nyaman, gitu. Saya pun jalan mondar-mandir dari ruang tengah ke kamar, lanjut ke depan, kembali ke ruang tengah, terus diulang-ulang. Suami pun kembali memastikan bahwa saya baik-baik saja. Duhh...mulai, nih. Perut rasa-rasanya ugh! 🙅🏻♀️
Baca Tour Rumah Bersalin
Kecemut dan Ibu pulang dari khotmil qur'an. Melihat saya sedang jalan-jalan di dalam rumah, dengan mimik wajah khawatir, Ibu memegang perut saya.
"Kenapa? Udah kerasa?" Tanya Ibu sambil usap-usap perut saya.
"Minta tolong Mbah Silo buat ke sini, ya. Khawatirnya malam ini ngelahirin." Imbuhnya.
Yups...Ibu saya tidak berani menemani apalagi mendampingi ketika saya lahiran. Makanya selalu minta tolong ke Mbah Silo, mbak ipar Bapak saya. Budhe, gitu. Tapi saya memanggilnya udah terbiasa Mbah semenjak ada Kecemut. Beliau yang selalu mendampingi dan mengurus segala kebutuhan saya ketika lahiran. Tentunya selain suami, dong. Beliau juga yang selalu siap siaga untuk keluarga saya. Kami saling membantu. Karena merasa masih biasa saja dan belum ada tanda-tanda mau ngelahirin, saya pun menolaknya. Lebih tepatnya tidak ingin membuat Mbah Silo kepikiran. Yaa...kan belum kerasa apa-apa, gitu. Nanti kalau sudah mulai kerasa barulah berkabar.
Pergilah ke Puskesmas!
"Yaah...ke Puskesmas, yuh! Udah rada mules ini."
Yuhuiii...perut saya mulai kerasa kruwes-kruwes di bagian depan. Tanpa pikir lama, suami mengambil kunci motor dan kami pun bergegas menuju Puskesmas. Saya pamit kepada Kecemut yang saat itu sedang merajuk karena ingin ikut kami ke Puskesmas tapi tidak memungkinkan. Tengah malam, cuy! Tapi yaaa...karena nangisnya super lebay, akhirnya kami mengizinkannya untuk ikut bersama Om dan Tantenya.
Puskesmas Madukara 1 menjadi tujuan kami. Lokasinya cukup dekat, kira-kira lima menit dari rumah. Sesampainya di Puskesmas, kami bertemu penjaga malam dan langsung diarahkan ke ruang bersalin karena saya menyampaikan kalau sudah mulai kontraksi, padahal belum. 😂 Dia pun langsung membangunkan bidan yang piket malam itu.
Bu Efi dan Bu Eli (ini nama entah benar atau tidak) pun langsung melakukan tindakan, gitu. Saat diperiksa, ternyata saya sudah pembukaan satu. Secara teori, jarak waktu dari pembukaan satu menuju pembukaan maksimal yaitu kurang lebih empat jam. Malam itu, waktu baru menunjukan pukul 23.30 WIB, artinya bidan akan kembali memeriksa saya pada pukul 04.00 WIB. Tapi saya menolaknya. Pengalaman pas lahiran anak pertama, jarak antara pembukaan satu sampai maksimal, tuh, hanya membutuhkan waktu 2 jam.
On proses, gengs...
"Bu, saya tidak bisa kalau harus menunggu sampai jam 04.00 WIB." Ucap saya kepada Bu Bidan.
"Ya nanti sambil lihat sikon ya, Mbak. Sekarang tiduran saja di sini. Suami bisa menunggu di luar." Jawab Bu Eli. Namanya Bidan, harus sesuai prosedur SOP, ya.
Hmmm...tidur sendirian di dalam kamar bersalin. Enak ajaaa! Kamar lumayan nyaman, sih, karena fasilitas di puskesmas ini rata-rata baru. Bangunan pun, baru pemugaran dan kembali dibangun, gitu. Tapi kalau sendirian ya mana bisa laaah. 🙊 Lagipula bukan gue banged mau ngelahirin tapi tiduran di kasur. Akhirnya saya pun keluar, ketemu suami. Sementara Kecemut dan om-nya sudah pulang karena anak-anak tidak diizinkan masuk puskesmas. Maklum, masih masa-masa pandemi.
"Mas, baju-baju bayi disiapkan, ya. Segera saja." Pinta Bu Eli kepada suami yang saat itu nemenin saya jalan santai di depan puskesmas.
Baca cepat Perlengkapan Bayi yang Aku Beli
Rasanya baru berapa kali bolak-balik, kok, ada cairan yang keluar dari jalan lahir. Saya panik, dong. Soalnya pas ngelahirin Kecemut, saya jalan santai juga dan tidak sampai keluar cairan. Saya pun kembali ke ruang bersalin dan suami memanggil bu bidan.
"Mas, baju-baju bayinya manaa?." Bu Eli kembali meminta kami untuk menyiapkan kebutuhan bayi baru lahir. Kami sudah minta tolong ke Om untuk mengantarkannya, tapi emang belum datang. Padahal di rumah sudah saya siapkan segala seuatunya di tas, tinggal nenteng saja. Tapi ternyata masih kurang lengkap yaitu belum ada jarik. 🤣
Proses secepat kilat...
Waktu menunjukan pukul 23.45 WIB (kata suami), saya mulai merasakan kontraksi yang luar biasa karena bayi seperti udah mau mbrojol. 🤣 Bu Efi memberi aba-aba kelahiran, sementara Bu ..... masih terus menanyakan perlengkapan bayi yang tak kunjung datang. 🙈 Suami panik, aku pun. Ndilalah, kok, ya tidak dibawa tasnya, gitu. Padahal tinggal nenteng. Aahh...santaai, di puskesmas, kan, menyediakan perlengkapan bayi. Tidak perlu panik laaah. 🙊
Tidak disangka proses persalinan begitu cepat. Dari pembukaan satu, lima menit kemudian pas kembali ke ruang bersalin sudah pembukaan tiga. Karena pembukaannya ternyata dirasa lebih cepat dari perkiraan, saya pun diminta tiduran untuk diperiksa tekanan darahnya. Hasrat mau mbrojol sudah tidak terkendali, ternyata pembukaan sudah penuh. Pantas saja bawaannya pingin ngedeen mulu.
Tapi tahaaan, jangan ngeden dulu!
Kira-kira pukul 24.00 WIB, saya mulai ngeden tipis-tipis dan langsung kena marah bidan, dong. Otak ini tiba-tiba flashback ke empat tahun silam ketika saya melahirkan Kecemut. Rasa pingin ngeden, tuh, tidak bisa ditahan karena emang natural. Meski begitu, saya harus mengikuti aba-aba dari bidan biar jalan lahir aman tanpa obras. 🤣
Proses melahirkan kali ini saya merasa lebih santai dan dapat mengontrol segala-gala termasuk pengaturan nafas. Alhamdulillaah...tepat pukul 24.08 WIB, Cemunyil lahir. Kabar baiknya, bidan tidak melakukan tindakan obras! Uwuuww...rasanya happy bangetttt, dong. Seperti tidak terjadi apa-apa, seperti tidak habis melahirkan karena saya bisa langsung jalan kenceng tanpa hambatan. 🙊
"Minta tolong Mbah Silo buat ke sini, ya. Khawatirnya malam ini ngelahirin." Imbuhnya.
Yups...Ibu saya tidak berani menemani apalagi mendampingi ketika saya lahiran. Makanya selalu minta tolong ke Mbah Silo, mbak ipar Bapak saya. Budhe, gitu. Tapi saya memanggilnya udah terbiasa Mbah semenjak ada Kecemut. Beliau yang selalu mendampingi dan mengurus segala kebutuhan saya ketika lahiran. Tentunya selain suami, dong. Beliau juga yang selalu siap siaga untuk keluarga saya. Kami saling membantu. Karena merasa masih biasa saja dan belum ada tanda-tanda mau ngelahirin, saya pun menolaknya. Lebih tepatnya tidak ingin membuat Mbah Silo kepikiran. Yaa...kan belum kerasa apa-apa, gitu. Nanti kalau sudah mulai kerasa barulah berkabar.
Pergilah ke Puskesmas!
"Yaah...ke Puskesmas, yuh! Udah rada mules ini."
Yuhuiii...perut saya mulai kerasa kruwes-kruwes di bagian depan. Tanpa pikir lama, suami mengambil kunci motor dan kami pun bergegas menuju Puskesmas. Saya pamit kepada Kecemut yang saat itu sedang merajuk karena ingin ikut kami ke Puskesmas tapi tidak memungkinkan. Tengah malam, cuy! Tapi yaaa...karena nangisnya super lebay, akhirnya kami mengizinkannya untuk ikut bersama Om dan Tantenya.
Puskesmas Madukara 1 menjadi tujuan kami. Lokasinya cukup dekat, kira-kira lima menit dari rumah. Sesampainya di Puskesmas, kami bertemu penjaga malam dan langsung diarahkan ke ruang bersalin karena saya menyampaikan kalau sudah mulai kontraksi, padahal belum. 😂 Dia pun langsung membangunkan bidan yang piket malam itu.
Bu Efi dan Bu Eli (ini nama entah benar atau tidak) pun langsung melakukan tindakan, gitu. Saat diperiksa, ternyata saya sudah pembukaan satu. Secara teori, jarak waktu dari pembukaan satu menuju pembukaan maksimal yaitu kurang lebih empat jam. Malam itu, waktu baru menunjukan pukul 23.30 WIB, artinya bidan akan kembali memeriksa saya pada pukul 04.00 WIB. Tapi saya menolaknya. Pengalaman pas lahiran anak pertama, jarak antara pembukaan satu sampai maksimal, tuh, hanya membutuhkan waktu 2 jam.
On proses, gengs...
"Bu, saya tidak bisa kalau harus menunggu sampai jam 04.00 WIB." Ucap saya kepada Bu Bidan.
"Ya nanti sambil lihat sikon ya, Mbak. Sekarang tiduran saja di sini. Suami bisa menunggu di luar." Jawab Bu Eli. Namanya Bidan, harus sesuai prosedur SOP, ya.
Hmmm...tidur sendirian di dalam kamar bersalin. Enak ajaaa! Kamar lumayan nyaman, sih, karena fasilitas di puskesmas ini rata-rata baru. Bangunan pun, baru pemugaran dan kembali dibangun, gitu. Tapi kalau sendirian ya mana bisa laaah. 🙊 Lagipula bukan gue banged mau ngelahirin tapi tiduran di kasur. Akhirnya saya pun keluar, ketemu suami. Sementara Kecemut dan om-nya sudah pulang karena anak-anak tidak diizinkan masuk puskesmas. Maklum, masih masa-masa pandemi.
"Mas, baju-baju bayi disiapkan, ya. Segera saja." Pinta Bu Eli kepada suami yang saat itu nemenin saya jalan santai di depan puskesmas.
Baca cepat Perlengkapan Bayi yang Aku Beli
Rasanya baru berapa kali bolak-balik, kok, ada cairan yang keluar dari jalan lahir. Saya panik, dong. Soalnya pas ngelahirin Kecemut, saya jalan santai juga dan tidak sampai keluar cairan. Saya pun kembali ke ruang bersalin dan suami memanggil bu bidan.
"Mas, baju-baju bayinya manaa?." Bu Eli kembali meminta kami untuk menyiapkan kebutuhan bayi baru lahir. Kami sudah minta tolong ke Om untuk mengantarkannya, tapi emang belum datang. Padahal di rumah sudah saya siapkan segala seuatunya di tas, tinggal nenteng saja. Tapi ternyata masih kurang lengkap yaitu belum ada jarik. 🤣
Proses secepat kilat...
Waktu menunjukan pukul 23.45 WIB (kata suami), saya mulai merasakan kontraksi yang luar biasa karena bayi seperti udah mau mbrojol. 🤣 Bu Efi memberi aba-aba kelahiran, sementara Bu ..... masih terus menanyakan perlengkapan bayi yang tak kunjung datang. 🙈 Suami panik, aku pun. Ndilalah, kok, ya tidak dibawa tasnya, gitu. Padahal tinggal nenteng. Aahh...santaai, di puskesmas, kan, menyediakan perlengkapan bayi. Tidak perlu panik laaah. 🙊
Tidak disangka proses persalinan begitu cepat. Dari pembukaan satu, lima menit kemudian pas kembali ke ruang bersalin sudah pembukaan tiga. Karena pembukaannya ternyata dirasa lebih cepat dari perkiraan, saya pun diminta tiduran untuk diperiksa tekanan darahnya. Hasrat mau mbrojol sudah tidak terkendali, ternyata pembukaan sudah penuh. Pantas saja bawaannya pingin ngedeen mulu.
Tapi tahaaan, jangan ngeden dulu!
Kira-kira pukul 24.00 WIB, saya mulai ngeden tipis-tipis dan langsung kena marah bidan, dong. Otak ini tiba-tiba flashback ke empat tahun silam ketika saya melahirkan Kecemut. Rasa pingin ngeden, tuh, tidak bisa ditahan karena emang natural. Meski begitu, saya harus mengikuti aba-aba dari bidan biar jalan lahir aman tanpa obras. 🤣
Proses melahirkan kali ini saya merasa lebih santai dan dapat mengontrol segala-gala termasuk pengaturan nafas. Alhamdulillaah...tepat pukul 24.08 WIB, Cemunyil lahir. Kabar baiknya, bidan tidak melakukan tindakan obras! Uwuuww...rasanya happy bangetttt, dong. Seperti tidak terjadi apa-apa, seperti tidak habis melahirkan karena saya bisa langsung jalan kenceng tanpa hambatan. 🙊
Selamat datang di dunia, Muhammad Wildan Al Ghifari. Lahir pada hari Sabtu, 23 Mei 2020, Pukul 24.08 WIB, dengan berat badan 3 kg, panjang badan 49 cm. Banyak doa yang kami panjatkan untukmu, Nak. Semoga kelak menjadi anak yang sholih, ya. We love you, Cemunyilll. ^-*
Baca juga Selamat Datang, Jasmine!