Hello, Bunda! Salah satu yang menjadi dilema bagi Ibu yang mempunyai peran ganda yaitu perihal pola asah dan asuh anak. Terlebih bagi mereka yang nyaris menghabiskan separuh waktunya untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Kadang ada kekhawatiran yang mendalam jika perkembangan anak tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Banyak orang tua yang menginginkan anak dapat berkembang sesuai dengan apa yang sudah menjadi angan-angannya dalam versi yang tebaik. Terus, kalau ternyata hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan angan-angan, seorang Ibu biasanya akan menyalahkan diri sendiri. Terutama bagi Ibu bekerja kadang bisa menyebabkan burnout, merasa semua ini terjadi karena Ibu tidak bisa mendampingi anak-anak secara maksimal, sampai muncul perasaan bahwa telah menjadi orang tua yang gagal.
Dulu, saya kerap mengkambinghitamkan pekerjaan, lho. Demi apa, coba. Padahal saya sangat menikmati gajian untuk belanja segala kebutuhan saya dan keluarga. Rasanya tidak adil, bukan? Dan ketika kondisi hati saya tidak dalam keadaan baik-baik saja, ini sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak-anak. Ketika orang tua mudah marah, anak pun bisa lebih sensitif dari orang tua.
Kenapa Kebiasaan Buruk Dapat Terjadi Pada Anak?
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, salah satunya yaitu dari cara mendidik anak. Bisa saja pola asah dan asuh yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tidak satu pemahaman antara orang tua dan orang yang setiap harinya berada di dekat anak-anak. Misalnya, karena orang tua harus bekerja, mereka menitipkan anak-anak kepada Asisten Rumah Tangga (ART).
Setiap orang tua pasti akan berusaha mendidik anaknya dengan benar. Harapannya, anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak baik, sesuai fitrahnya. Namun ketika orang tua tidak bisa membersamai anak 24 jam karena suatu hal. Kemudian memilih untuk menitipkan anak kepada ART, Mbah, atau tempat penitipan anak, kadang ada kebiasaan baik yang pelan-pelan sirna.
Perbadaan pola asuh menjadi hal yang sangat wajar karena batas toleransi setiap orang pasti berbeda. Saya dan suami mempunyai prinsip, anak-anak harus bisa merapikan tempat tidur masing-masing. Bahkan, setiap membersihkan kamar pun kami berusaha selalu melibatkan anak-anak meskipun di rumah ada ART. Namun ternyata ART atau Mbah nyaris tidak pernah meminta anak-anak untuk membersihkan kamar tidur. Alasannya karena ada ART, semua pekerjaan rumah bisa dilakukan oleh ART. Salah? Tidak, dong. Tapi ini bisa menjadi salah satu penyebab kebiasaan buruk pada anak.
Nah, kalau sudah seperti ini, harus ada komunikasi dengan ART atau orang yang selalu berada di dekat anak-anak. Memberikan pemahaman langsung, tidak cukup hanya dengan menggerutu karena tidak akan menyelesaikan masalah.
Lalu, apakah ada faktor internal lainnya? Banyak, Bund! Diantaranya yaitu karena anak-anak melihat kebiasaan buruk yang dilakukan oleh orang tua atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Nah, kalau ini koreksinya cukup mudah ya, Bun. Mudah tapi juga tidak gampang karena harus sama-sama berjuang menjadi role model buat anak-anak. Hahaha.
Faktor eksternal atau yang datang dari luar rumah juga bisa menjadi penyebab anak melakukan kebiasaan buruk. Faktor ini bisa menjadi susah untuk dikendalikan karena orang tua tidak mempunyai kontrol penuh pada anak-anak ketika mereka berada di luar rumah. Namun, orang tua masih bisa mendapatkan akses untuk berkomunikasi dengan anak-anak dan memberikan dukungan untuk terus menjadi anak baik.
5 Kebiasaan Baik yang Dapat Mendukung Pertumbuhan Anak-anak.
Membangun anak memiliki karakter yang positif menjadi idaman bagi setiap orang tua. Banyak pakar parenting yang berpendapat bahwa perkembangan anak pada masa golden age dapat memberikan efek berkelanjutan. Mereka juga mengharapkan para orang tua, pendidik, dan pengasuh dapat mendampingi anak secara maksimal pada masa ini sehingga anak dapat memiliki kemampuan kognitif dan perkembangan fisik yang baik.
Nah, berikut beberapa kebiasaan baik yang dapat mendukung pertumbuhan anak-anak:
1. Belajar Moral Sejak Dini.
Saya pernah mengajak Kecemut, anak pertama saya silaturahim ke rumah rumah saudara dari suami. Baru singgah beberapa menit, dia rewel minta pulang. Saya pikir, ini hal biasa karena anak-anak kadang tidak betah di rumah orang lain. Tapi ternyata kejadian seperti ini tidak hanya terjadi satu kali.
Saat itu usia Kecemut masuk 3 tahun. Dia sudah bisa diajak berkomunikasi, ngobrol, bahkan kadang dia juga memberikan pilihan ketika kami meminta pendapatnya. Mulai dari sini, saya dan suami mulai memberikan pengertian perihal bertamu. Apa yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan ketika sedang berada di rumah orang lain.
Mengajarkan tentang moral sejak dini bisa dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan, seperti diambil dari buku cerita, storytelling dengan boneka atau robot-robotan. Ada banyak manfaat ketika memberikan pelajaran moral dari setiap permainan yang dilakukan bersama, salah satunya yaitu mengembangkan kecerdasan emosional (EQ). Anak-anak pun dapat memiiliki kepribadian dan karakter yang positif.
2. Tidak Membuang Sampah Sembarangan.
Wildan, anak kedua saya kebetulan jarang jajan di warung. Tidak seperti Mbaknya yang sejak usia dua tahun sudah kenal permen yipi yupi hai. Hahaha. Uniknya, nih, Wildan cukup susah diarahkan untuk tidak membuang sampah sembarangan sekalipun sedang di rumah yang mana saya menyediakan beberapa tempat sampah di sekitar rumah.
Kami beruntung karena Mbaknya sudah terlatih membuang sampah sejak dini. Jadi, selain saya dan suami, ada Kecemut yang terus mengingatkan Wildan untuk membuang sampah ketika dia selesai makan jajan. Selain bentuk kebiasaan baik, ini dapat melatih anak untuk bertanggung jawab yang mana sikap ini juga bisa menjadi kebiasaan baik.
Selain rajin mengingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, kita juga bisa menyampaikan kepada anak-anak tentang dampak negatif membuang sampah tidak pada tempatnya. Seperti dapat membuat orang lain terpleset, ketika dia membuang kulit pisang sembarangan.
3. Mengonsumsi Makanan Gizi Seimbang.
Kebiasaan baik yang nomor tiga ini berat banget, Bun. Apalagi jika tidak dilakukan sejak dini. Karena pada usia dua tahun ke atas, anak-anak sudah bisa memilih makanan yang mereka suka padahal belum tentu dibutuhkan oleh tubuh.
Membiasakan konsumsi makanan dengan gizi seimbang memang tidak mudah. Ada baiknya orang tua mengenalkan manfaat atau kandungan makanan yang akan dikonsumsi anak-anak. Paling tidak, mereka paham dengan makanan dan minuman yang menjadi tubuh lebih sehat, begitu pun sebaliknya.
4. Istirahat yang Cukup.
Menerapkan kebiasaan baik dengan melakukan istirahat yang cukup akan mempengaruhi kondisi fisik anak-anak. Bahkan, anak-anak yang kualitas tidurnya kurang menjadi sering rewel karena timbul emosi negatif. Berbeda dengan poin nomor 3, orang tua dapat menerapkan kebiasaan nomor 4 ini dengan mudah asalkan anak-anak diberitahu tentang jadwal istirahatnya. Seperti jam tidur siang, jam tidur malam, sampai dengan bangun pagi. Dan ketika sudah menjadi kebiasaan, mempunyai kebiasaan bangun pagi pun banyak manfaatnya buat mereka.
Istirahat yang cukup bisa dibilang sebuah investasi karena efeknya dapat dirasakan oleh jiwa dan juga raga. Jadi, jangan lupa masukkan ke dalam list kebiasaan baik ya, Bun.
5. Menjaga Kebersihan dan Kerapian.
Memulai aktivitas pagi hari dengan mandi dan gosok gigi menjadi contoh dari kebiasaan baik menjaga kebersihan. Kemudian, sebelum sarapan usahakan untuk dibiasakan cuci tangan yang merupakan bagian dari menjaga kebersihan.
Yups, pada pagi hari, ada banyak kegiatan terkait menjaga kebersihan. Terbayang kalau sudah menjadi kebiasaan kan, Bun. Ada banyak kegiatan baik yang dapat dilakukan anak-anak. Belum lagi jika anak-anak sudah bisa membantu Ibu mencuci piring. Di usia lima tahun, kami mulai melibatkan Kecemut untuk turut mencuci piring dan menyapu. Alhamdulillah dia menjadi anak yang peka. Bahkan sesekali dia mulai bisa mengajak adiknya untuk menyapu. Atau, kegiatan paling sederhana yang membuat ruang makan tampak lebih rapi yaitu dengan kembali memasukkan kursi yang telah dipakai. Dan jujur, ini membuat saya bahagia ketika melihatnya.
Menerapkan Kebiasaan Baik Kepada Anak Sejak Dini.
Buat Ibun dan Ayah yang sehari-hari harus bekerja seperti saya dan suami, tetap optimis perihal pola asah dan asuh anak. Kita masih tetap bisa memperlihatkan atau memberikan contoh kebiasaan baik kepada anak-anak di sela-sela waktu yang kita miliki. Apalagi hal ini dapat mendukung pertumbuhan anak.
Lebih dari itu, dalam hal menitipkan anak, orang tua memang harus betul-betul pasrah. Pasrah ini tidak hanya kepada ART, Mbah, atau tempat penitipan anak. Tapi juga menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Sebagai orang tua, kadang saya tidak sengaja lupa bahwa apa pun yang akan terjadi nantinya, semua atas kehendak Allah. Tiba-tiba anak punya keinginan untuk ke kolam renang Cangkring tanpa pendampingan orang tua, misalnya. Itu sudah menjadi kehendakNya meskipun sebagai orang tua tetap merasa syok karena merasa tidak pernah mengajari anak untuk pergi jauh tanpa pendampingan orang tua.
Orang tua akan merasa lebih ringan ketika kebiasaan baik mulai diajarkan kepada anak sejak dini. Karena jika penerapannya bisa dilakukan secara terus menerus, dampak positif juga akan terasa hingga nanti. Makanya, tidak heran ketika anak-anak yang masih dalam usia emas ini sangat mudah untuk "diajak ke mana saja". Orang tua yang sudah paham akan hal ini, pasti akan sangat memanfaatkan momen usia emas dengan memberikan arahan baik kepada anak-anak, mengajarkan hal-hal baik termasuk menerapkan kebiasaan baik kepada anak.
Yups, mereka betul-betul memanfaatkan fase golden age yaitu pada usia 0-5 tahun karena pada fase ini pertumbuhan anak berkembang begitu pesat.