Pengalaman Membangun Rumah dengan Biaya Terbatas - Memiliki sebuah hunian sudah pasti menjadi impian bagi banyak orang. Bagaimana tidak, kita dapat membangun kenangan, menemukan kedamaian, dan merasakan kenyamanan ketika berada di rumah, bukan. Makanya tidak heran, kalau setiap orang memasukkan rumah ke dalam daftar keinginan atau bahkan impian. Entah impian tersebut dapat terwujud pada usia muda atau lanjut usia, terpenting masuk dalam wish list dulu, ya. 😆
Saking pentingnya sebuah tempat tinggal, rumah tidak hanya menjadi impian bagi setiap pasangan yang sudah berkeluarga. Para generasi millennial atau anak muda yang yang sudah berpenghasilan pun banyak yang punya keinginan memiliki rumah di usia muda. Komitmen mereka biasanya diwujudkan dalam bentuk menabung atau belajar investasi sejak usia dini demi mewujudkan wish list yang sudah mereka tulis.
Lalu, bagaimana dengan pasangan yang sudah menikah, tapi masih tinggal bersama orang tua, mertua, atau masih tinggal di kontrakan?
Jangan panik, yang tenang, dan tetaplah fokus dengan yang telah menjadi tujuan bersama pasangan. Kalau sudah punya niat yang kuat untuk membangun rumah sendiri, insya Allah akan dimudahkan dalam menyisihkan rezekinya. Dengan catatan, pengelolaan keuangannya harus betul-betul tercatat dengan baik. Jangan lupa untuk alokasikan dana khusus untuk membangun rumah. Ini yang saya lakukan bersama suami sejak punya anak pada tahun 2016.
Proses Mendapatkan Modal Untuk Membangun Rumah.
Saya dan suami termasuk salah satu pasangan yang saat menikah belum matang secara finansial. Saat itu, kami sama-sama baru punya pekerjaan. Suami bekerja di Swasta dan saya bekerja sebagai ASN. Selain baru memiliki pekerjaan, kami sama-sama enggak punya banyak tabungan. Duh...ini jadi buka-bukaan "dapur", ya. Hahaha. Tidak apa, karena ini fakta dan bagi saya bukan aib. Sekadar berbagi pengalaman, siapa tahu ada dari kalian yang sudah menikah dan masih tinggal di kontrakan, kemudian membaca tulisan ini menjadi lebih semangat buat cari peluang untuk mendapatkan cuan! 🤭
Selain belum matang secara finansial, kami termasuk generasi perintis, bukan generasi pewaris. Jadi, sangat terasa perjuangan kami untuk mewujudkan salah satu impian kami yaitu membangun rumah sendiri. FYI, setelah menikah, kami tinggal bersama orang tua selama empat tahun. Cukup lama, ya.
Tahun pertama menikah, kami masih belajar mengelola keuangan dari pendapatan gaji tetap. Dari yang sebelumnya hanya mengelola pendapatan sendiri, setelah menikah tambah pendapatan dari suami. Tentu untuk pengaturannya tidak mudah karena muncul cukup banyak pengeluaran baru seperti penambahan anggaran dana sosial. Saya yang sebelumnya hanya mengelola dana ini untuk pribadi, mau tidak mau harus menambah anggarannya karena punya keluarga baru dari suami. Lalu, ada dana darurat yang tentu saja anggarannya bertambah karena sudah berkeluarga.
Masuk tahun kedua menikah, kami memiliki satu anak. Mulai dari sini, kami kembali menata keuangan karena dana darurat hampir 50% digunakan untuk biaya lahiran. Sungguh bikin lutut lemas, Bun. Beruntung HB tetap stabil. Hahaha. Kami bersyukur karena rezeki setelah punya anak alhamdulillah terus bertambah. Tentu bukan dari gaji tetap, melainkan dari sumber pendapatan lain seperti menulis di Blog.
Pendapatan di luar gaji, seberapa pun, selalu kami tabung. Terlebih, setelah memiliki anak, kami bertekad untuk punya rumah sendiri. Seperti yang kita tahu, biaya untuk membangun rumah tidak sedikit. Makanya harus konsisten menabung demi mewujudkan impian.
Masuk tahun ketiga, anggaran bikin rumah yang sudah ada dalam tabungan saya ambil 80% untuk kemudian kami alihkan ke beberapa investasi seperti Deposito dan instrumen insvestasi lainnya supaya perkembangan dananya lebih terasa. 😅
Selain Keuangan, Hunian Juga Menjadi Obrolan Menarik Setelah Menikah.
Awalnya, kami punya rencana bangun rumah saat anak pertama kami berusia 5 tahun atau saat dia masuk TK. Artinya, kami masih punya waktu kira-kira lima tahun untuk mengumpulkan modal untuk mendirikan rumah. Iya, kami pernah ngobrolin hal ini sambil tiduran dan elus-elus pipi anak kami yang saat itu baru berusia dua minggu.
"Lima tahun lagi, kita kira-kira udah punya uang berapa, ya?" Saya mulai serius tanya kepada suami.
Lagi mulai pencet-pencet kalkulator di handphone, tiba-tiba suami nyeletuk "dua ratus juta!". Spontan saya tertawa sampai jahitan paska melahirkan terasa ngilu. 😆 Hamsyong, uang ratusan juta itu dari mana, ya? Kami pun akhirnya kembali tertawa jahil sampai Si Kecemut terbangun. Tapi di balik ketawa itu, suami meyakinkan saya kalau lima tahun lagi pasti bisa membangun rumah.
Sebagai istri solehah, saya pun meng-amin-kan ucapan sekaligus doa dari suami. Buat penyemangat, kami nyaris setiap hari berkirim gambar desain rumah minimalis yang kami dapatkan dari mesin pencarian Google. Kenapa minimalis? Karena modal yang kami punya juga minimalis. 😂 Selain desain, kami juga kerap ngobrolin harga meterial bangunan. Padahal dibangunnya masih beberapa tahun kemudian. Sampai pada akhirnya kami tahu kalau harga batu bata merah tidak murah, barulah kami pelan-pelan mulai mengurangi obrolan tentang membangun rumah.
Bukan tidak bersyukur, tapi uang yang sudah kami kumpulkan rasa-rasanya tak ternilai saat melihat harga material yang harga satuannya bikin gemeter. Maklum, pengalaman pertama. 😆 Tapi meskipun kami sudah jarang ngobrolin urusan rumah, kami masih terus konsisten menabung dan juga terus mencari peluang pendapatan.
Saat semangat kami dalam membangun rumah sedang maju mundur, orang tua seperti membuka jalan untuk memulainya. Masya Allah, uang saja belum siap, sudah mulai ada penawaran mau bikin rumah di Banjarnegara (tempat saya dibesarkan) atau Wonosobo (tempat suami saya). Asyik, nih, aromanya bakal dapat donatur. 🤣 Dan benar, kami diberi modal berupa pekarangan dan dibantu juga dalam pembelian material bangunan. Alhamdulillah...💃🏻
Pengalaman Membangun Rumah dengan Biaya Terbatas.
Dukungan dari orang tua bagi kami sudah sangat maksimal. Apalagi kami tahu harga tanah tidak murah, setiap tahun terus meningkat per meter-nya. Pun dengan harga material bangunan, mungkin setiap hari atau bulannya ada kenaikan. Padahal membelinya bukan dalam jumlah ratusan saja, tapi ribuan. Seperti material batu bata dan genteng. Eh...tapi namanya juga dibantu, tentu semampunya yang membantu, ya. Selebihnya, kami dengan modal "yakin pasti bisa" pelan-pelan menambah pembelian material menggunakan dana yang kami punya supaya rumah bisa mulai dibangun.
Alhamdulillah, pembangunan rumah bisa kami wujudkan di akhir tahun keempat usia pernikahan kami dengan modal saat itu kurang lebih 50 juta untuk luas bangunan kurang lebih 105 meter persegi. Dengan modal yang sangat terbatas, tentu kami punya skala prioritas dalam membangun rumah, dong. Intinya, terpenting terlihat dalam wujud bangunan yang ada atapnya. Setelahnya, kami memilih untuk istirahat sambil kembali mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk proses finishing yang ternyata membutuhkan modal berkali-kali lipat dari modal sebelumnya. Laa haula wa laa quwwata illa billah. 😂
Kurang lebih enam bulan bangunan tidak ada perkembangan. Persis proyek mangkrak. Hahaha. Namun, setiap hari selalu kami kunjungi, kami sholawatin, supaya dapat cahaya illahi meskipun bangunan mangkrak itu identik dengan suram dan seram. Nah, setelah uang kembali terkumpul dengan jumlah yang lagi-lagi terbatas, kami pelan-pelan memulai pembangunan lagi. Ini belum masuk proses finishing, masih menambah bangunan sana sini sesuai kebutuhan. Pokoknya, kalau anggaran akan habis, kami berhenti. Terus, kalau ada rezeki, kami mulai lagi. Betul-betul pembangunan secara bertahap.
Kalau ada yang tanya, kenapa tidak memilih untuk pinjam uang? Jawabannya, karena kami tidak memilki agunan atau jaminan apa pun. Hahaha. Mau pakai jaminan apa? Mau gadai apa? Sungguh yang kami punya saat itu hanya keyakinan dan lillahi ta'ala. 😉
Pentingnya Menyiapkan Dana Untuk Membangun Rumah Sejak Dini.
Bagi kami yang sedang menikmati proses membangun rumah, melihat bangunan rumah sendiri yang mangkarak menjadi semangat tersendiri. Semangat untuk terus mencari penghasilan tambahan, semangat untuk mengurangi jajan, dan masih banyak semangat-semangat lainnya supaya bisa segera menghuni rumah baru.
Belajar dari pengalaman membangun rumah untuk pertama kalinya, yang menjadi catatan atau review penting tentu dana yang dibutuhkan. Iya, ada baiknya kita punya tabungan khusus untuk membangun rumah dan ini dilakukan sejak sudah mulau punya penghasilan. Kalau dari muda bisa menabung atau investasi, kenapa tidak dilakukan, bukan. Belajar dari pengalaman lagi, jika pendidikan anak sudah mulai masuk tingkat SLTP, tapi belum punya rumah sendiri, kesempatan untuk dapat membangun rumah sangat kecil karena prioritasnya sudah ditambah dengan pendidikan anak dan juga memenuhi hak-hak anak.
Buat yang ingin punya rumah tapi terbatas modal, ada solusi lain yaitu dengan mengajukan dana Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dana ini merupakan fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. Hanya saja ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk kredit KPR, diantaranya yaitu anggaran untuk cicil KPR. Ini harus disesuaikan dengan pendapatan kalian tiap bulannya meskipun kita tahu bahwa membeli propserti rumah merupakan salah satu investasi.
FYI, sejak pandemi Covid-19, masyarakat banyak melakukan aktivitas dari rumah. Mulai dari sini, banyak masyarakat yang membeli rumah atau apartemen untuk dapat melakukan aktivitas dari rumah, khususnya bagi mereka para perantau. Makanya di tahun berikutnya, bank sentral mulai memperketat persyaratan kredit pembelian rumah baru.
Sudah Punya Rumah, Tapi Ingin Menambah Hunian? Kenapa Tidak!
Bukan berarti tidak puas, bukan. Bangunan merupakan salah satu bentuk investasi properti yang saat ini cukup menjanjikan. Mau bikin rumah sendiri, mau kredit rumah, itu pilihan. Hanya saja yang menjadi catatan lagi, sebelum memulainya harus berhitung terlebih terlebih dahulu. Buat memantapkannya, kalian bisa mencoba perhitungan anggaran menggunakan kalkulator hipotek online di laman website mortgagecalculator.uk. Melalui kalkulator tersebut, kalian dapat memasukkan perkiraan harga rumah, jumlah deposit, jumlah hipotek, suku bunga hingga termin waktu.
Setelah melakukan input angka, lanjut klik tombol calculate untuk mendapatkan hasil kalkulasi yang sempurna dari https://www.mortgagecalculator.uk/. Selain informasi harga rumah hingga termin waktu, kalkulator ini nantinya akan menampilkan tabel pembayaran pinjaman dengan tabel amortisasi bulanan dan tahunan.
FYI, Mortgage atau Hipotek adalah instrumen hutang berupa kredit berjangka panjang yang dilakukan dengan memberikan hak tanggungan properti dari peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai jaminan terhadap kewajibannya. Nah, KPR adalah salah satu jenis hipotek. Dengan sistem hipotek dalam KPR, proses pembayaran rumah pun menjadi lebih mudah ditanggung.
Jadi, buat kalian yang sudah punya whist list bikin rumah, kira-kira pilih bangun sendiri atau kredit KPR, nih?