Saat ini, bungkus makanan yang terbuat dari styrofoam adalah salah satu jenis kemasan sekali pakai yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di samping kemasan berbahan mika, plastik, dan kertas karton.
Diantara alasan masyarakat memilih kemasan berbahan styrofoam, selain karena dianggap cukup ringan dan kuat serta praktis, adalah karena harganya yang sangat terjangkau dan ketersediaannya yang melimpah sehingga mudah diperoleh.
Bahaya Styrofoam Bagi Lingkungan & Kesehatan.
Meski dikenal sebagai salah satu wadah makanan paling praktis, sayangnya limbah styrofoam yang terbuat dari bahan stirena dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan.
Bahan baku stirena sendiri merupakan zat kimia yang bersifat karsinogen dan dapat memicu penyakit kanker. Bahan baku tersebut bisa mengkontaminasi makanan apabila terkena makanan yang panas dan berlemak. Selain menyebabkan kanker, paparan stirena dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan sistem saraf, sakit kepala, pusing, dan berbagai gejala lainnya termasuk kesulitan berkonsentrasi.
Tidak berhenti hingga di sana, stirena juga disinyalir dapat mengganggu sistem reproduksi dan perkembangan janin pada ibu hamil karena bisa melewati plasenta; dan dapat juga mencemari ASI apabila ibu mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Limbah styrofoam juga memiliki dampak yang sangat negatif terhadap lingkungan. Pasalnya, styrofoam tidak bisa diurai oleh mikroorganisme dalam tanah.
Dibutuhkan waktu sekitar 500 tahun hingga 1 juta tahun sampai styrofoam berubah menjadi mikroplastik, yang kemudian akan mencemari lingkungan. Itulah sebabnya mengapa limbah styrofoam dijuluki sebagai “sampah abadi.”
Sampah styrofoam juga berpotensi sampai ke laut dan membahayakan biota laut, karena banyak hewan laut yang akan mengira styrofoam sebagai makanan.
Kemasan Makanan Ramah Lingkungan.
Styrofoam adalah masalah lingkungan yang patut mendapatkan perhatian kita semua. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, kita perlu mengurangi penggunaan styrofoam dan mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Yakinlah! sekecil apapun tindakan yang kita lakukan untuk mengurangi penggunaan styrofoam, pasti akan memberikan dampak yang sangat positif bagi lingkungan.
Selain dengan mengurangi penggunaan styrofoam, kita juga bisa menyelamatkan lingkungan dengan mendaur ulang styrofoam, atau menggunakan kemasan makanan yang lebih ramah lingkungan, seperti kemasan-kemasan yang terbuat dari daun, kertas, bambu, atau berbagai bahan alami lainnya, termasuk pelepah pinang.
Ngomong-ngomong soal kemasan makanan ramah lingkungan yang terbuat dari pelepah pinang, aku merasa perlu untuk mengenalkan salah seorang pemuda inspiratif bernama Rengkuh Banyu Mahandaru.
Mengenal Rengkuh Banyu Mahandaru Sang Inisiator Kemasan dari Pelepah Pinang.
Rengkuh Banyu Mahandaru adalah seorang pemuda yang peduli pada lingkungan dan dikenal sebagai pendiri (Co-Founder) sekaligus CEO perusahaan rintisan bernama Plépah.
Plépah memproduksi piring, mangkuk, dan berbagai kontainer makanan dari pelepah pinang yang merupakan limbah pertanian. Rengkuh mendapatkan inspirasi untuk membuat produk ini saat berkunjung ke Jaipur, India. Bagaimana kisahnya?
Yuk, baca terus artikel ini untuk mengetahui kisah perjalanan Rengkuh, si pemuda inspiratif, yang kini sukses mengolah pelepah Pinang menjadi berbagai macam kemasan.
Pria kelahiran Garut 26 Juli 1991 ini sudah bercita-cita untuk membuat produk ramah lingkungan sejak menekuni seni rupa dan desain di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selama kuliah, ia terus mencari ide produk apa kiranya yang bisa diterima oleh semua kalangan, layaknya produk tusuk gigi yang sederhana namun dapat diterima oleh semua kalangan.
Kisah perjalanan Rengkuh hingga menemukan ide untuk membuat produk kemasan dari pelepah pinang dimulai ketika ia bekerja menjadi staf ahli Badan Ekonomi Kreatif di bidang penguatan kreativitas. Tugas pertamanya berlangsung di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Pada tahun 2018, Rengkuh mendapatkan tawaran kerjasama di bidang pengembangan komunitas masyarakat pinggir hutan dari salah satu perusahaan asing (Inggris). Ketika itu, ia ditugaskan untuk mencegah masyarakat agar tidak merambah hutan dan sekaligus masyarakat agar tidak berkonflik dengan harimau.
Saat bertugas di Sumatera inilah Rengkuh melihat pelepah pohon pinang yang sangat melimpah, namun masih dianggap sebagai limbah pertanian oleh masyarakat. Saat itu, ia belum berpikir untuk memanfaatkan pelepah pinang untuk dijadikan sebagai kemasan.
Sampai pada bulan September di tahun 2018, ia berkunjung ke Jaipur, India. Di sana, Rengkuh mengamati aktivitas masyarakat yang memproduksi peralatan makan seperti mangkok dan piring yang mereka buat dari dedaunan. Ketika mengamati kegiatan masyarakat India memproduksi piring dan mangkok dari dedaunan tersebutlah, ia terinspirasi untuk mengolah pelepah pinang yang pernah ia lihat di Sumatera untuk dijadikan sebagai piring, mangkok, atau berbagai bentuk kemasan.
Selain untuk mengurangi penggunaan kemasan berbahan plastik dan styrofoam yang tidak ramah lingkungan, tapi juga untuk membantu masyarakat agar bisa mendapatkan penghasilan tambahan.
Setelah memantapkan idenya pada tahun 2022 dan memperoleh dana dari BRI Venturer serta bantuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rengkuh kemudian membuat unik produksi kemasan makanan dari pelepah pinang. Unit produksi yang ia miliki pertama kali berlokasi di wilayah Cibinong, dan mampu memproduksi 160.000 kemasan per bulan.
Bahan baku untuk kemasan tersebut didatangkan dari Sumatera Selatan dan Jambi. Karena pohon pinang di wilayah tersebut tumbuh subur dan banyak dibudidayakan. Di wilayah Sumatera Selatan sendiri diperkirakan terdapat 150.000 hektar pinang. Dari 2 sampai 3 hektar kebun pinang, rata-rata dapat menghasilkan antara 5 hingga 10 kg pelepah yang jatuh dari pohon setiap harinya.
Di pabrik Plepah, proses pembuatan berbagai kemasan (wadah) dari pelepah pinang dimulai dari tahap pembersihan menggunakan air dan pensterilan menggunakan sinar UV. Setelah itu, pelepah akan dicetak menggunakan pemanas sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Satu pelepah pinang dapat menghasilkan antara 3 hingga 4 pcs piring, lengkap dengan tutupnya. Atau, jika diolah menjadi kontainer makanan, satu pelepah bisa menghasilkan antara 2 hingga 3 kemasan.
Berbagai produk kemasan yang terbuat dari pelepah pinang ini akan dilepas ke pasar domestik dan luar negeri. Produk kemasan mereka dijual dengan harga sekitar Rp 2500 sampai dengan Rp 4500 per pcs. Harga tersebut tentu saja jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan kemasan berbahan styrofoam atau plastik yang lebih ekonomis.
Meski demikian, Plépah tetap menjual 20% produknya di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. 80% sisanya diekspor ke luar negeri, terutama ke Jepang dan Australia.
Rengkuh Banyu Mahandaru Mendapatkan Apresiasi dari Astra.
Berkat inovasinya yang mampu mengubah limbah pertanian berupa pelepah pinang menjadi kemasan ramah lingkungan, Rengkuh Banyu Mahandaru pun terpilih menjadi salah satu finalis pada ajang Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia Awards) pada tahun 2023.
Bagi kalian yang belum tahu, penghargaan SATU Indonesia Awards merupakan bentuk apresiasi Astra Group terhadap anak bangsa yang memiliki dedikasi dan kontribusi positif bagi kemajuan Indonesia maupun kesejahteraan masyarakat, khususnya di bidang teknologi, kewirausahaan, kesehatan, lingkungan, dan pendidikan.
Saat ini, pabrik Plépah tidak hanya berlokasi di Cibinong, Jawa Barat, tapi juga ada di wilayah Jambi, dan Musi Banyuasin Sumatera Selatan.
Sumber foto:
https://bisnis.tempo.co/ dan https://www.instagram.com/rengkuh.banyu/