Ngobrolin uang jajan anak SD sepertinya seru juga, nih. Postingan kali ini terinspirasi dari anak perempuan saya yang saat ini duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar (SD). Sore itu, kami sedang deep talk perihal aktivitas yang dia lakukan selama di Kolam Renang Cangkring. Saya pernah menuliskan tentang Jasmine yang saat itu pergi ke Cangkring bersama teman-temannya tanpa didampingi orang tua.
Boleh dibaca lagi tentang Anak Usia 6 Tahun Pergi Renang Tanpa Orang Tua. Langsung Viral!
Berbicara dari hati ke hati kerap kami lakukan. Meskipun kami setiap hari bertemu tapi karena saya bekerja dan sampai rumah kira-kira pukul 17.00 WIB, rasa-rasanya waktu buat ngobrol bareng anak-anak kurang banget. Kebetulan saat deep talk beberapa bulan yang lalu, Jasmine sempat menyinggung uang jajan. Dia bertanya, kenapa uang jajan dia dan teman-teman tidak sama? Baik di sekolah maupun di rumah. Menarik banget untuk dibahas, bukan? ðŸ¤
Mengajak Anak Untuk Membedakan Antara Kebutuhan Atau Nafsu Belaka?
"Ibu, aku harus bawa bekal setiap hari. Kata Bu Guru, enggak boleh jajan di kantin sekolah."
Saya masih ingat ketika Jasmine menyampaikan perihal harus membawa bekal saat sekolah. Tentu saya respek pada sekolah yang memberlakukan aturan harus membawa bekal setiap harinya. Dulu, saat dia masih TK juga wajib membawa bekal dari rumah. Artinya, ini sangat membantu anak-anak untuk belajar tidak konsumtif di sekolah sejak usia dini. Maksudnya tidak banyak beli jajan di sekolah. Saya masih ingat sebelum pandemi banyak banget orang yang jualan jajan dan standby di dekat pintu masuk sekolah. Mungkin jika diberi uang jajan Rp 10 ribu setiap harinya akan habis. Ya hitung saja, sekali "nemplok" di satu jajan saja minimal Rp 2 ribu. Betul, kan?😆
Jujur, saya sempat merasa sedih ketika Jasmine bercerita ada beberapa teman sekolahnya yang diberi uang saku Rp 10 ribu tiap harinya. Ada juga yang sudah membawa bekal tapi masih diberi uang saku Rp 5 ribu tiap harinya. Saya melihat ekspresinya ketika sedang bercerita, tuh, seolah-olah matanya berbicara jika uang sakunya ingin ditambah. Hahaha. Saya jadi penasaran, siapa saja yang uang sakunya lebih dari lima ribu. Kebetulan saya cukup paham satu per satu temannya, hafal juga rumahnya jauh atau dekat dengan sekolah. Saya pun bertanya kepada Jasmine, barangkali ingin ditambah uang jajannya untuk di sekolah.
Ternyata jawabannya IYA! 🙈
Sebelum saya ketok palu untuk menambahkan uang jajan di sekolah, saya tanyakan jajan apa saja yang sering dia beli di kantin sekolah? Ternyata tidak jauh dari jajanan yang kerap dia beli saat di rumah. Padahal di kantin sekolah ada jajanan sehat home made, lho. Tapi namanya anak-anak kan kebanyakan pilih yang gurih asin kriuk-kriuk, ya. 😄
Tapi yang perlu diketahui, nih, karena saat jam istirahat anak-anak makan bekal yang dibawa dari rumah, perut insya allah sudah kenyang. Apalagi saya lebih sering membawakan Jasmine bekal nasi dan lauk sesuai requestnya, dipastikan kenyang karena bekalnya habis. Ini semoga habis karena dimakan beneran, ya. Hahaha.
Obrolan kami dengan topik uang jajan terus berlanjut. Saya mencoba berpendapat dan mengajaknya untuk berpikir ringan tentang uang jajan. Kali ini tidak hanya uang jajan di sekolah tapi juga di rumah. Saya sampaikan jika saat masih SD kelas 1 uang jajannya Rp 5 ribu setiap harinya, berarti kalau kelas 2, 3, 4, 5, 6, kira-kira berapa, dong? Masih disamakan atau tidak? Eh...dia malah menghitung sendiri kalau nanti kelas 6 bakal dapat uang saku Rp 30 ribu setiap harinya. Duduh, enak aja!😆
Apa saja yang diminta anak-anak tidak harus dituruti semuanya kan ya, Bun. Apalagi yang berhubungan dengan uang keluar, orang tua harus lebih hati-hati dan tegas dalam memberikan pengertian kepada mereka agar nantinya bisa menjadi kebiasaan baik. Berikan pemahaman yang sekiranya dapat diterima oleh akalnya, karena pada anak usia dini masih sering ikut-ikutan temannya. Mereka juga harus pelan-pelan belajar membedakan antara kebutuhan atau nafsu belaka saat hendak membeli jajan.
Kadang ada lho, anak yang baru saja makan tapi dengar ada tukang sate lewat depan rumah, mereka minta dibelikan. Eh...sudah dibelikan cuma dimakan satu atau dua tusuk saja. Ehem...jatah Ibunya menghabiskan, ya! Belum lagi ketika melihat temannya beli jajan apalah-apalah, dia ingin membelinya juga. ðŸ¤Entah bagian dari rasa penasaran atau nafsu belaka, usahakan ada komunikasi sebelum membelinya.